Regulasi Ijin Pertambangan Sangat Membebani Masyarakat, Tinungki Minta Pemerintah Pusat Turunkan Nilai KDI

Pemerintahan88 views

Jurnal6 Manado – Propinsi Sulawesi Utara adalah wilayah yang dianugerahi sumber kekayaan alam yang berlimpah termasuk potensi mineral logam seperti emas  yang diprediksi memiliki sekitar 51,130 juta ton yang tersebar di seluruh wilayah Sulut.

Berdasarkakan hasil penelitian,  dari 15 kabupaten/kota yang ada di daerah ini setidaknya  ada 11 daerah memiliki potensi kandungan emas

Pertanyaannya, dengan dianugerahkannya kekayaan alam ini, apakah rakyat Sulut sejahtera? Karena disisi lain, masih banyaknya aktifitas Pertambangan emas tanpa izin atau ilegal di beberapa kabupaten/kota.

Bahkan, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengaku masih kesulitan untuk menetralisir pertambangan emas tanpa izin atau ilegal di Sulut. Padahal, tambang emas ilegal berisiko tinggi terhadap para penambang karena tidak memperhatikan aspek keselamatan. Salah satunya, risiko longsor yang menimpa penambangan emas ilegal dan lain sebagainya.

Kepala Dinas ESDM Sulut Ir Barch Tinungki M.Eng mengungkapkan salah satu masalah utama terkait maraknya tambang liar ini adalah regulasi atau sulitnya pembuatan izin tambang.

“Makanya saya selalu dobrak ke Pemerintah pusat untuk mempermudah, Memberikan peluang kepada masyarakat kecil, seperti Presiden Jokowi katakan untuk memangkas birokrasi. Karena tujuan negara untuk mensejahterakan rakyat,” ucapnya, senin (21/10/19).

Tinungki juga menuturkan menurut data ada sekitar 100.000 orang yang menambang di tambang liar yang ada di Sulut.

“Penambang ini bukannya tidak mau urus izin tapi persoalannya bagaimana caranya? Waktu dulu urus izin bisa lewat wadah koperasi atau BUMD, tapi sekarang tidak bisa lagi karena harus bayar KDI (Konpensasi Data Informasi) yang besarannya sekitar 100 millyar, apakah masyarakat biasa mampu mengurus izin itu. Tidak mungkin! Jadi saya minta ke Kementerian ESDM untuk merubah Kepmen tentang KDI tersebut supaya memberikan peluang kepada masyarakat kecil dan pengusaha kecil menengah untuk bisa mengurus izin pertambangan. Aturannya memang menjurus hanya untuk kepada orang berduit atau investor besar.

lanjut Tinungki, masalah lainnya adalah perijinan pertambangan, pertama adalah penetapan wilayah pertambangan rakyat itu harus ditetapkan oleh menteri yang tiap lokasi hanya 25 hektar.

“Masalahnya, kenapa harus Menteri yang tetapkan? Cukup Bupati di daerah itu yang tetapkan lokasi pertambangan rakyat tersebut, karena bupati paling tahu wilayah dan apa yang paling cocok untuk rakyatnya nanti dilaporkan le pusat. Jadi saya minta diperbaiki kembali UU 23 tentang otonomi daerah, hal ini untuk mempermudah memberikan akses modal, teknologi karena itu semua yang terpenting untuk masyarakat,”tutupnya. *(stem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *