Kualitas Pendidikan di Sulut, Jeblok Atau Prestasi?

Pemerintahan, Pemprov1,286 views

Catatan : Lexi Mantiri

Jurnal6 Manado – Sulut berada di nomor dua dari belakang untuk kualitas pendidikan di Indonesia,” ujar Vonnie Panambunan saat Debat Kandidat Pemilihan Gubernur 2020 yang digelar di Hotel Mercure Tateli, Minahasa pada Rabu, 11 November 2020. VAP-sapaan akrabnya-kemudian menyatakan kualitas pendidikan Sulut jeblok. Serangan ini ditujukan kepada Paslon nomor urut 3, Olly Dondokambey, SE dan Drs. Steven O.E Kandouw yang juga berstatus petahana.

Apakah benar kualitas pendidikan di Sulut jeblok? Apakah benar kualitas pendidikan Sulut nomor dua paling belakang? Saya yang menonton siaran langsung, berupaya memahami jalan pikiran VAP sekaligus mencerna maksud dari argumennya.

Jika yang dimaksudkannya adalah kualitas pendidikan dalam arti sebenarnya dan seutuhnya, saya menduga bukan itu yang dimaksud. Bukankah kualitas pendidikan teramat kompleks untuk dinilai? Kemungkinan besar yang dimaksudkannya adalah hasil UNBK SMATahun 2019 yang menempatkan Sulut berada di urutan 32 dari 34 provinsi dan SMK di urutan 31 secara nasional. 

Cawagub Drs. Steven O. E. Kandouw juga memahami bahwa yang dimaksud dari pertanyaan sekaligus pernyataan itu menyangkut hasil UNBK.  Suami tercinta dr. Kartika Devi Tanos ini menampik dengan melontarkan argumen bahwa  kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari nilai lulusan siswa SMA dan SMK karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.

Jika demikian, apakah indikator untuk mengukur keberhasilan pendidikan khusus di jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di Sulut? Parameter apakah yang digunakan untuk menakar kualitas pendidikan?  Sebelumnya, perlu paparkan terlebih dahulu sedikit gambaran terkait kondisi aktual dunia pendidikan di bumi Nyiur Melambai.

Cukup lama SMA/SMK ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota. Nanti pada tahun 2017, kewenangannya berada di tangan pemerintah provinsi. Jika menggunakan cara berpikir sederhana, hasil UN saat ini tidak terlepas juga dari tanggung-jawab pemerintah kabupaten dan kota. Apalagi siswa-siswa SMA-SMK adalah lulusan di jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Itu berarti semua pihak memiliki andil. Selain faktor yang memengaruhi seperti pelaksanaan UN berbasis komputer dan sejumlah faktor lainnya.

Kendati demikian, jika memakai logika: hasil UN rendah maka kualitas pendidikan jeblok, tidak tepat. Terlalu simple dan sederhana. Jika kualitas pendidikan dinilai, parameter lainnya juga harus digunakan. Atau harus memakai parameter resmi yang digunakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.   

RAPOR MUTU 2019, KATEGORI TINGGI

Kemendikbud merangkum penilaian kualitas pendidikan misalnya di jenjang pendidikan menengah dalam Rapor Mutu. Rapor Mutu yang dideklarasikan setiap tahun ini, untuk mengukur  kualitas pendidikan di suatu daerah dengan kriteria Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ada 5 tingkatan yang digunakan yakni: Menuju SNP 1 (0-2.04), Menuju SNP 2 (2.05-3.7), Menuju SNP 3 (3.71-5.06), Menuju SNP 4 (5.07-6.66) dan SNP (6.67-7). SNP 1 nilainya paling rendah, sedangkan SNP berarti nilainya paling tinggi. Semakin tinggi nilai, semakin baik mutu pendidikan. Begitu juga sebaliknya.

SNP ini terdiri dari 8 kategori. Misalnya Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian Pendidikan. Juga Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan, Standar Pengelolan Pendidikan dan Standar Pembiayaan. Standar-standar ini juga masih diperinci lagi dengan beramacam-macam indikator dan sub indikator.

Dari data Rapor Mutu 2019, dapat dilihat secara objektif apakah mutu pendidikan di Sulut semakin baik, semakin buruk atau stagnan.  Berikut data SNP Sulut (SMA):

TAHUN             2016      2017    2018    2019
Standar
Kompetensi    5.76       5.67      6.39      6.98
Kelulusan

Standar Isi       4.79        5.06      5.57       6.87

Standar             5.09        6.13      6.54       6.99
Proses

Standar            4.27       5.78        6.22       6.99       
Penilaian
Pendidikan 

Standar            4.27       5.78        6.22       6.99
Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan

Standar Sarana 4.71    4.03        4.15       5.14
dan Prasarana
Pendidikan

Standar                4.4       5.39    5.92         6.9
Pengelolaan
Pendidikan  

Standar
Pembiayaan        3.77     5.23   5.64         6.97

Data-data di atas secara gamblang menunjukkan beberapa hal. Pertama: SMA semasa ditangani oleh pemerintah kabupaten dan kota (2016), justru angkanya di bawah standar. Dengan bahasa lain, kualitas pendidikan rendah atau jeblok. Kedua: Sejak ditangani oleh pemerintah provinsi, angkanya berangsur naik dari tahun ke tahun. (2017-2019). Dengan kata lain, mutu pendidikan makin meningkat. Ketiga: Pada tahun 2019, angkanya naik signifikan. Rata-rata Rapor Mutu atau kualitas pendidikan dapat dikatakan sangat baik karena telah berada di kategori paling tinggi yakni SNP. 

Selain itu, jumlah sekolah (SMA) yang berada di kategori atas (Menuju SNP 4 dan SNP) dari tahun ke tahun bertambah. Pada tahun 2016, hanya 27 SMA yang masuk kategori SNP 4. Sedangkan pada tahun tahun 2019, mengalami peningkatan tajam menjadi 109 SMA. Bahkan pada tahun 2016, saat SMA ditangani oleh kabupaten dan kota, tidak ada satupun SMA yang berada di kategori SNP. Nanti pada tahun 2019, SMA yang masuk kategori SNP sebanyak 46. Itu berarti nanti di tangan pemerintah provinsi, kualitas pendidikan atau rapor mutu SMA meningkat tajam dan berhasil menempatkan 46 SMA di kategori paling tinggi atau telah mencapai Standar Nasional Pendidikan.

Dari data-data di atas dapat disimpulkan, kualitas pendidikan (SMA) Sulut pada tahun 2019 tidak jeblok. Justru sebaliknya berprestasi. Tidak hanya SMA, rapor mutu SMK juga tidak jauh berbeda. Bahkan angkanya relative lebih tinggi dibandingkan SMA.   

Bahwa kondisi dunia pendidikan di Sulut termasuk di Indonesia masih membutuhkan perhatian extra, itu tak dapat disangkal. Bahwa upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional belum memuaskan, itu adalah tantangan sekaligus tanggungjawab bersama.  Termasuk di Sulut.

DIMENSI PENDIDIKAN DI LEVEL TINGGI

Selain Rapor Mutu yang didapat dijadikan parameter untuk mengukur kualitas pendidikan di Sulut, terdapat juga parameter resmi lainnya yang sering dijadikan rujukan. Parameter ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik. Aspek pendidikan menjadi salah satu aspek pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM), selain aspek kesehatan dan ekonomi.

Untuk mengukur aspek atau dimensi pendidikan, BPS memakai dua indikator. Indikator pertama yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan angka Harapan Lama Sekolah (HLS). Untuk indikator RLS, angkanya sangat baik dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 di angka 9.15 tahun, 2018 meningkat menjadi 9.24 tahun dan 2019 bertambah menjadi 9.43 tahun. Angka 9.43 tahun mengindikasikan bahwa penduduk 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 9.43 tahun. 

Peningkatan juga terjadi di indikator HLS.  Pada tahun 2017 berada di angka 12.66 tahun, di 2018 meningkat menjadi 12.68 tahun dan di 2019 menjadi 12.73 tahun. Ini berarti  anak usia 7 tahun di Sulut memiliki peluang untuk bersekolah selama 12.73 tahun atau sampai jenjang diploma dan sarjana.

Meningkatnya dimensi pendidikan atau berada di level tinggi berbanding lurus dengan meningkatnya IPM Sulut dari tahu ke tahun.  Di tahun 2016, IPM Sulut mencapai 71,05. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 70,39. Pada saat itu, IPM Sulut sudah masuk kategori tinggi dari sebelumnya kategori sedang. Sulut merupakan provinsi pertama di Indonesia yang berada pada level IPM tinggi. Di tahun 2018, IPM Sulut sebesar 72.20 meningkat.  Di tahun 2019, angka IPM mencapai angka 72,99  berdasarkan agregasi dari tiga dimensi, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan perkapita. 

RATA-RATA LAMA SEKOLAHHARAPAN LAMA SEKOLAH20179,14 tahun12,66 tahun20189,24 tahun12,68 tahun20199,43 tahun12,73 tahun

EPILOG

Berdasarkan dua parameter resmi yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dan BPS, mau tidak mau, suka tidak suka, harus diakui kualitas pendidikan di Sulut di bawah kepemimpinan Olly Dondokambey, SE dan Drs. Steven O. E  Kandouw periode 2016-2021, berhasil menorehkan prestasi. Data-data sekaligus itu mementahkan asumsi bahwa kualitas pendidikan di Sulut, jeblok. Dan itu terjadi di saat seorang dokter menjadi Kepala Dinas Pendidikan Nasional Sulut.

Seperti pepatah, taka da gading yang tak retak. Begitu juga dunia pendidikan di Sulut. Masih terdapat kekurangan yang perlu dibenahi. Masih ada kelemahan yang mesti diperbaiki. Peran dan fungsi pemerintah akan terlihat pada seberapa besar komitmen politisnya untuk membangun dunia pendidikan.

Kehadiran pemerintah dapat dibaca salah satunya lewat kebijakan anggaran untuk sektor prioritas pendidikan. Apakah mengalami peningkatan atau tidak, dapat dilihat dari alokasi dana di APBD dari tahun ke tahun diluar dana transfer daerah.   

TREN ALOKASI ANGGARAN URUSAN PENDIDIKAN

2016           3,72 %

2017           11,07 %

2018           13,66 %

2019           16,92 %

Anggaran itu itu salah satunya dialokasikan untuk pembangunan fisik saran dan prasaran sekolah. Pada Tahun 2019, Pemprov Sulut mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk SMA yakni Rp.43.508.378.775, baik  untuk sekolah negeri maupun swasta. Sedangkan untuk SMK baik negeri maupun swasta dialokasikan dana  sebesar Rp.69.017.988.036. Serta untuk Sekolah Luar Biasa/ Pendidikan Khusus negeri dan swasta sebesar Rp. 1.167.579.000. Alokasi dana dari APBD ini sebagai bentuk penguatan terhadap program pemerintah pusat lewat Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Termasuk juga, menggelontorkan anggaran untuk peningkatan kualitas SDM lewat pemberian beasiswa. Pada tahun 2019, diberikan bantuan penyelesaian studi untuk Strata Satu (S1) sebesar Rp. 624.000.000. Dana ini diperuntukkan bagi 208 mahasiswa. Sedangkan untuk Strata Dua (S2) dialokasikan dana sebesar Rp. 585.000.000  bagi 91 mahasiswa. Sedangkan untuk Strata Tiga (S3) dialokasikan dana sebesar Rp. 546.000.000 bagi 65 mahasiswa.     

Pada tahun 2019 juga, peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) mencapai 100 Persen. Pada tahun 2017, UNBK telah dilaksanakan di 123  Sekolah SMA dan SMK. Di tahun tahun 2018 mengalami peningkatan dengan mencapai  97 %.  Digitalisasi juga dilakukan sebagai upaya untuk pemeratan  pendidkan dengan menerapakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online di tingkat SMA/SMK dan Sistem Administrasi Kepangkatan Guru berbasis Aplikasi Online. Itulah sebabnya, Pemprov Sulut mendapatkan penghargaan Ki Hajar selama 3 tahun berturut-turut. (***/stem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *