Heboh Captikus 1978, Siapa yang Untung?

Minsel1,693 views

Amurang, Jurnal

Produk dari bahan dasar captikus, kini legal. Sebuah perusahaan milik investor dari luar Minahasa Selatan (Minsel), sukses mendapatkan izin pembuatan minuman keras (miras) bermerk Cap Tikus 1978. Launching miras itupun digelar Pemerintah Kabupaten Minsel, Senin (7/1).

Hitung-hitungan keuntungan untuk petani captikus pun menyembul. Namun, muncul pertanyaan. Siapa sebenarnya pejuang dan pemilik produk itu? Benarkah bahwa dilegalkannya pabrik miras itu menguntungkan petani? Berapa duit yang diperoleh petani dan pengusaha? Berikut nukilan www.jurnal6.com yang dirangkum dari sejumlah sumber berkompeten.


Produk Cap Tikus 1978

Tahun 2018, sebuah perusahaan mengajukan izin usaha pembuatan miras ke Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP). Nama perusahaan itu adalah CV Cawan Mas. Hal ini diungkap Kepala Dinas PMPTSP saat itu, Franki Pasla. “Iya. Ada investor yang mengajukan izin pembangunan pabrik minuman keras. Mereka mengatasnamakan CV Cawan Mas,” aku Pasla, saat dikonfimmasi sejumlah wartawan, beberapa waktu lalu.

Sebelum izin dikeluarkan, tim dari Dinas PMPTSP yang dipimpin langsung Kadis PMPTSP saat itu, memeriksa lokasi pendirian pabrik di Desa Kapitu, Kecamatan Amurang Barat. Setelah semua beres, izin pun dikeluarkan. “Izinnya sudah dikeluarkan. Sekarang investor tinggal menunggu peralatan pabrik dari Makasar. Kalau peralatannya sudah ada, mereka akan segera produksi” jelas Pasla, beberapa bulan kemudian.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya perjuangan investor itu membuahkan hasil. Mereka sukses mendapatkan izin usaha serta izin bea cukai dan mulai memproduksi minuman beralkohol dari bahan dasar captikus. Diperkirakan, keuntungan miliaran rupiah bakal investor raup dari usaha tersebut.

Kendati Cap Tikus 1978 sudah mulai diproduksi, namun harga captikus di tingkat petani belum mengalami kenaikan signifikan. Dari hasil penelusuran di lapangan, harga captikus di Minsel masih pada angka Rp350 ribu – Rp420 ribu per galon. “Harga captikus saat ini masih seperti dulu. Masih di kisaran 350 ribu rupiah sampai 420 rupiah. Tergantung momen. Kalau ada hari raya, pasti naik,” kata Rommy Bella, petani captikus asal Motoling Barat.

Jika pendapatan antara pengusaha Cap Tikus 1978 dan captikus milik petani dibandingkan, harganya terpaut sangat jauh. Captikus petani hanya dihargai Rp350.000 per galon yang berisi 35 liter (35.000ml), sementara harga Cap Tikus 1978 milik perusahaan dihargai Rp80.000 per 320ml, atau Rp 8.750.000 per galon berisi 35.000ml.

Dalam 1 truck berisi 400 galon saja, perusahaan sudah meraup pendapatan hingga Rp 3,5 miliar, sedangkan ganungan petani hanya mendapatkan Rp 140 juta. “Kalau harga captikus di kalangan petani tidak naik, ya, sama saja. Kehadiran perusahaan tidak akan meningkatkan pendapatan petani. Yang untung hanya pengusaha dari luar,” sembur Harce Kawengian, warga Minsel.

Diterbitkannya izin produksi miras berbahan dasar captikus di Minsel, bukan berarti bahwa petani bebas menjual captikus untuk dikonsumsi. Pasalnya, izin penjualan hanya diberikan kepada perusahaan yang mengantongi izin penjualan minuman keras. Terbukti, petugas kepolisian tetap melakukan operasi dan penyitaan miras yang dijual warga.Launcing Cap Tikus 1978 digelar di Aula Waleta Kantor Bupati Minsel. Launching ini dihadiri Bupati Minsel Christiany Paruntu, Kapolres Minsel dan personil Forkopimda, Kadis Pariwisata Sulut Daniel Mewengkang, Bea Cukai Sulut dan pemilik pabrik miras itu.(csr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *