Demo Ribuan Mahasiswa Manado di DPRD Sulut Ricuh, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Berita Utama363 Dilihat

Manado, Jurnal6
Rancangan Undang-Undang (UU) KUHP dan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR RI berakibat gaduh. Dinilai, revisi UU KPK memanjakan koruptor, sementara UU KUHP menekan rakyat kecil. Pasukan pemberantasan korupsi pun terancam ‘dilumpuhkan’.

Tidak hanya itu, namun sejumlah rancangan undang-undang lain, juga dinilai kontroversi. Banyak yang khawatir, jika UU itu disahkan, privasi seseorang semakin diatur negara. Tak kuasa menerima kengototan DPR dan pemerintah, mahasiswa se-Indonesia pun turun jalan.

Rabu (25/9/2019), ribuan mahasiswa di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menggelar demo. Aksi penolakan terhadap RUU KUHP dan revisi UU KPK disuarakan mahasiswa melalui aksi demo di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara  (Sulut).

Isi tuntutan gabungan mahasiswa Kota Manado, serta tandatangan anggota DPRD Sulut yang menerima pengunjukrasa.(foto: stembry)

Mahasiswa itu adalah gabungan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Politeknik Negeri Manado dan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Demo dimulai sejak Pukul 11.00 Wita.

Unjuk rasa yang awalnya damai, berubah ricuh. Itu dimulai lantaran mereka tidak diizinkan masuk ke dalam gedung DPRD Sulut untuk berdialog. Pasalnya, DPRD hanya mau jika hanya 20 mahasiswa saja yang jadi wakil untuk negosiasi.

Lemparan batu dan pembakaran ban kendaraan di depan gedung DPRD, dibalas dengan tembakan gas air mata serta water canon. Tidak menunggu waktu terlalu lama, konsentrasi masa pun terpecah. Kendati demikian, serangan sporadis masih terjadi.

Setelah suasana kondusif, mahasiswa dan anggota DPRD serta aparat keamanan kembali negosiasi. Akhirnya, sembilan tuntutan diserahkan kepada anggota DPRD Sulut.

Pendemo melalui oratornya mengatakan, inti tuntutan mereka yakni pencabutan revisi Undang-Undang KPK, menolak seluruh pasal yang ada  dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menolak Rancangan Undang-Undang pertanahan.

Pada pertemuan awal, dialog terjadi antara mahasiswa dan anggota DPRD Sulut. Massa berdialog dengan Wakil Ketua DPRD Victor Mailangkai, Braien Waworuntu, Cristo Lumentut, Amir Liputo, Melki Pangemanan, Yusra Alhabsi, Sandra Rondonuwu dan Fransiscus Silangen. Negosisi menemui jalan buntu karena permintaan para anggota DPRD ditolak mahasiswa yang bersikeras agar semua mahasiswa  yang terlibat demonstrasi dilibatkan dalam diskusi.

Kedatangan mahasiswa yang menyuarakan aspirasi tersebut ditanggapi bijak sejumlah anggota DPRD Sulut. Salah satu legislator dari  Fraksi PDIP, Sandra Rondonuwu mengungkapkan, dia menghargai kedatangan mahasiswa yang menyampaikan aspirasi di rumah rakyat.  Namun aspirasi harusnya dilakukan dengan baik dan santun. “Mereka juga tuan rumah bukan tamu yang tak diundang. Jadi Kalau rumah kita tentunya dijaga dengan baik agar lebih bagus dan lebih indah,” ungkapnya.   

Hal senada disampaikan anggota Fraksi Nasdem, Braien Waworuntu yang ikut menemui mahasiswa. Dia mengatakan tuntutan yang dilakukan para mahasiswa tersebut sebagai bagian dari aspirasi yang juga perlu mendapat perhatiannya sebagai wakil rakyat. “Tuntutan para mahasiswa ini adalah bagian dari suara rakyat. Tentu ini merupakan bagian dari tugas saya sebagai wakil mereka di DPRD untuk direspon secara positif kemudian nantinya dibahas bersama teman-teman DPRD apa yang menjadi tuntutan mereka,“ terangnya.(stembry)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *