PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN

Manado1,177 views

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan
Adapun paradigma dunia berhubungan dengan pengelolaan kawasan berkelanjutan diaplikasikan menjadi ekonomi hijau artinya dalam pembangunan kawasan diharapkan terjadi kesinambungan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

Pengelolaan kawasan berkelanjutan mengandung manfaat bahwa sumber daya alam dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin pada saat ini dan juga dapat terus dimanfaatkan sampai generasi yang akan datang.

Salah satu pengelolaan kawasan berkelanjutan saat ini sedang mendapat perhatian serius dari Pemerintah adalah Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil sesuai dengan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Menurut Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil mencakup 4 hirarki yaitu, 1) Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, 2) Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, 3) Rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, dan 4) Rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.

Beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan, adalah 1) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi berbagai masyarakat lokal.

Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove, 2) Mangrove mempunyai nilai produksi primer bersih (PPB) yang cukup tinggi, yakni: biomassa, guguran serasah dan riap volume pada hutan tanaman bakau umur 20 tahun).

Besarnya nilai produksi primer ini cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan berbagai jenis organisme akuatik di pesisir dan kehidupan masyarakat pesisir itu sendiri, 3) Dalam skala internasional, regional dan nasional, hutan mangrove luasnya relatif kecil bila dibandingkan, aik dengan luas daratan maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal manfaatnya (ekonomis dan ekologis) sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat pesisir), sedangkan dipihak lain ekosistem mangrove bersifat rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk merehabilitasi kerusakannya, 4) Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, dan 5) Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi yang saat ini sebagaian besar manfaatnya belum diketahui.

Ekosistem mangrove di Desa Wori, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, 6 Mei 2016 (koleksi pribadi)

Pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan, mempunyai tujuan utama untuk menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan untuk menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya.

Oleh karena itu pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) harus diarahkan agar, 1) Praktek pengelolaan SDA harus meliputi kegiatan eksploitasi dan pembinaan yang tujuannya mengusahakan agar penurunan daya produksi alam akibat tindakan eksploitasi dapat diimbangi dengan tindakan peremajaan dan pembinaan. Maka diharapkan manfaat maksimal dari SDA dapat diperoleh secara terus menerus, dan 2) Dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan ekonomi harus seimbang, oleh karena itu pemanfaatan berbagai jenis produk yang diinginkan oleh pengelola dapat dicapai dengan mempertahankan kelestarian SDA tersebut dan lingkungannya.

Dengan demikian secara filosofis, pengelolaan SDA berkelanjutan dipraktekan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dari pengelola, dengan tanpa mengabaikan pemenuhan kebutuhan bagi generasi yang akan datang, baik dari segi keberlanjutan hasil maupun fungsi. Pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove hendaknya mencakup tiga bentuk kegiatan pokok, yakni 1) Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian konsensi), 2) Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll), dan 3) Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat guna.

Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah pesisir dan ekosistem hutan mangrove, antara lain 1) Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah mangrove, 2) Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas pada suatu kawasan mangrove, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya, dan 3) Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah mangrove.

*****

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *