Manado, Jurnal6.com
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi menjalin kolaborasi strategis dengan Forum Rektor Indonesia dalam pertemuan bertajuk Forum Rektor.
Kolaborasi Nasional dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta. Forum ini dihadiri oleh 41 rektor dari tujuh wilayah regional, dan menjadi langkah monumental dalam memperkuat sinergi akademik dan kebijakan demi pengelolaan lingkungan hidup yang ilmiah, adil, dan berkelanjutan.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa keberlanjutan ekologis harus menjadi fondasi utama pembangunan nasional.
“Pembangunan hari ini harus berpijak pada keseimbangan ekologis dan martabat manusia. Kita tidak bisa melanjutkan sistem yang menomorduakan keberlanjutan,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif mengungkapkan bahwa 80–90% kebijakan di KLH/BPLH disusun berdasarkan kajian ilmiah, menjadikan keterlibatan dunia akademik krusial dalam membangun fondasi kebijakan berbasis data.
Oleh karena itu, KLH/BPLH akan merevitalisasi Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) di universitas sebagai mitra aktif dalam penyusunan RPPLH, pelaksanaan KLHS, hingga proses persetujuan lingkungan.
“Menteri tidak bisa bekerja hanya dengan opini. Setiap keputusan harus ditopang oleh sains. Kampus adalah mesin penggerak dan penguat landasan ilmiah negara,” tambah Menteri Hanif.
Salah satu tantangan besar yang disoroti Menteri Hanif adalah minimnya kapasitas pengawasan lingkungan, di mana satu pengawas lingkungan harus menangani lebih dari 160 unit kegiatan.
Kolaborasi dengan perguruan tinggi dinilai vital untuk memperkuat audit lingkungan, validasi data, dan pengawasan berbasis kajian independen. Bahkan dalam penegakan hukum, Menteri menekankan pentingnya kehadiran para ahli dari kampus.
“Penegakan hukum lingkungan hidup bukan pekerjaan sembarangan. Kita butuh ahli hukum lingkungan, ahli biologi, geospasial, kimia, hingga sosial. Semua harus berbasis data dan bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan maupun publik,” kata Menteri Hanif.
Dalam forum ini, ditandatangani nota kesepahaman yang mencakup pembentukan konsorsium riset tematik lingkungan, pengembangan kurikulum hijau, dan penerapan indikator kampus berkelanjutan.
Ini menandai langkah sistemik antara KLH/BPLH dan kalangan akademik untuk menjawab krisis lingkungan secara integratif.
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tahun 2024 tercatat pada angka 71,79 (kategori “baik”), tetapi belum merata. Hanya 127 dari 514 kabupaten/kota yang memiliki RPPLH.
Dukungan teknis dari kampus menjadi kunci mempercepat penyusunan dokumen ini di seluruh Indonesia.
KLH/BPLH juga mempersiapkan program lanjutan rehabilitasi mangrove pasca mandat Badan Restorasi Gambut dan Mangrove berakhir pada 31 Desember 2024.
Dari total 3,7 juta hektare mangrove, 1 juta hektare masih perlu ditingkatkan kerapatannya. Program ini akan melibatkan kampus, komunitas lokal, dan mitra internasional untuk menjamin keberlanjutan ekosistem pesisir.
Forum juga menegaskan pentingnya transisi ekologis dalam era Industri 5.0, di mana teknologi harus bersinergi dengan nilai kemanusiaan dan keberlanjutan. Kampus diharapkan menjadi simpul pembentuk karakter ekologis generasi muda.
Forum Rektor 2025, diikuti 41 rektor serta kepala LPPM dari tujuh wilayah regional, termasuk Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Kehadiran forum ini menegaskan peran strategis perguruan tinggi sebagai agen perubahan.
Dalam diskusi tersebut, kampus-kampus dinilai semakin krusial dalam menavigasi arah pembangunan yang sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup.
“Forum ini menjadi titik temu penting untuk menyelaraskan arah kebijakan pembangunan regional dengan prinsip perlindungan lingkungan, memperkuat sinergi multipihak, dan mendorong keterlibatan perguruan tinggi dalam pengambilan kebijakan berbasis sains,” kata Rektor Unsrat Prof Dr Ir Oktovian BA Sompie MEng IPU ASEAN Eng. (*lla)