Manado, Jurnal6.com
UNIVERSITAS Sam Ratulangi (Unsrat) menerima kunjungan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dalam program “MPR RI Goes To Campus”.
Kegiatan yang mengusung tema “Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim,” Rabu, 27 Agustus 2025.
Dalam seminar kebangsaan yang membahas transisi energi ini menghadirkan narasumber yakni Wakil Ketua MPR RI Dr Eddy Soeparno SH MH.
Dia menjelaskan, untuk menyambut pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan, maka urgensi transisi energi dilakukan untuk mencegah dampak perubahan iklim.
Ia menjelaskan Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi hingga 8 persen. Hal tersebut berdampak pada permintaan energi meningkat. Untuk itu, Indonesia harus meningkatkan pasokan energi namun tetap memperhatikan isu-isu lingkungan. Serta berkomitmen untuk melakukan dekarbonisasi ekonomi pada tahun 2060.
Saat ini Indonesia masih didominasi energi fosil. Data menunjukkan batubara menyumbang sekitar 61% dari pembangkit listrik, mengingat cadangan batubara yang besar dan dominasi PLTU batubara. Bauran energi terbarukan saat ini sekitar 14% masih jauh dari target 23% di tahun 2025.
Padahal potensi dan sumber daya terbarukan di Indonesia berlimpah seperti: surya, angin, arus laut, air, panas bumi dan biofuel.Dalam upaya mendukung kebijakan transisi energi, Indonesia telah menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Pencapaian target ini memerlukan langkah konkret, seperti penghentian bertahap penggunaan PLTU berbasis batu bara, investasi dalam energi terbarukan, serta peningkatan efisiensi energi di berbagai sektor.
Untuk mendukung upaya pemerintah, MPR RI telah menyusun Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU EBET) di DPR RI telah masuk tahap final dan secara teknis siap untuk disahkan.
Mendorong percepatan transisi energi menuju energi terbarukan dengan melakukan reduksi emisi karbon dan menciptakan ketahanan energi.
“Oleh karenanya, peralihan dari energi fosil ke energi “hijau” bukan pilihan namun keharusan,” ujar Eddy.
Sayangnya, menurut Eddy, Indonesia sendiri masih memiliki permasalahan ketahanan energi, di mana energi seperti bahan bakar minyak hingga gas elpiji masih mengandalkan hasil impor.
Hal tersebut sangat memprihatikan mengingat bangsa ini yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beragam, baik itu dari sumber daya terbarukan hingga energi fosil.
“Tingginya tingkat impor tersebut membuat Indonesia berada dalam kondisi yang sangat rentan,” ungkap lelaki kelahiran 1965 tersebut.
Mengakhiri materinya dalam kegiatan yang sejalan dengan amanat konstitusi tersebut, Eddy juga menekankan pentingnya diskusi dan dialog dalam mendukung transisi energi, khususnya Unsrat dengan berbagai inovasi teknologi yang ada.
Ia juga mengajak seluruh mahasiswa dan sivitas akademika agar aktif terlibat dalam perubahan ini.
“Saatnya perguruan tinggi untuk terlibat aktif dalam memberikan usulan kebijakan berbasis riset,” ujar lelaki kelahiran Jakarta tersebut.
Dalam sambutannya, Rektor Unsrat Prof Dr Ir Oktovian Berty Alexander Sompie, MEng, IPU, ASEAN Eng yang diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Dr Ir Arthur Gehart Pinaria MP, PhD mengucapkan rasa terima kasihnya terhadap Wakil Ketua MPR RI, Dr. Eddy Soeparno, SH, MH, selaku narasumber pada kegiatan ini yang menjadi bentuk nyata kolaborasi antara lembaga negara dan kalangan akademisi dalam mengangkat serta mendorong isu-isu strategis nasional, terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
“Kehadiran Bapak bukan hanya merupakan kehormatan dan kebanggaan bagi kami tetapi juga menjadi wujud nyata sinergi antara lembaga negara dengan kalangan akademisi,” katanya.
Arthur Pinaria mengatakan tema yang diambil sangat relevan dengan peradaban manusia saat ini. Menurutnya, perubahan iklim merupakan krisis yang menimbulkan dampak bersifat lintas batas, multisektor, dan intergenerasional.
Maka dari itu, solusi yang dibutuhkan tidak dapat dicari dengan hanya setengah hati. Salah satu strategi utama untuk mengatasinya dan dapat menciptakan dunia yang bersih dan sehat adalah transisi energi yang mana jadi topik utama pada kegiatan ini.
“Perubahan iklim merupakan tantangan terbesar peradaban manusia di era teknologi, di mana dampaknya bersifat lintas batas, multisektor, dan intergenerasional,” ujarnya.
Untuk itu, sangat diharapkan agar kegiatan ini mampu menjadi forum diskusi yang mendukung percepatan transisi energi melalui peran akademisi dan pemangku kebijakan.
“Langkah ini dapat menjadi perubahan dalam menciptakan dampak yang besar bagi generasi mendatang. Unsrat berkomitmen mendukung kegiatan ini melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian, serta mendorong mahasiswa menjadi agent of change dalam mewujudkan masyarakat yang sadar energi bersih.
Melalui kegiatan ini pula diharapkan bisa memberi inspirasi bagi kita semua untuk merawat bumi, menjaga Indonesia dan membangun masa depan berkelanjutan,” pungkas Pinaria. (*lla)