Komisi 4 Geram, Ijin AMDAL dan Data Naker Proyek Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Likupang diduga ‘Ca Beres’

Berita Utama227 views

Jurnal6 – Dugaan adanya ketidak beresan data pekerja pada proyek pembangunan pelabuhan penyeberangan Likupang dibawah naungan Balai Transportasi Darat Wilayah XXII Sulawesi Utara dan PT Hisar Makmur yang menjadi pelaksana proyek di lapangan mendapat sorotan tajam komisi 4 DPRD Sulut.

Dalam kunjungan kerja di lokasi proyek Pelabuhan Penyeberangan Likupang Rabu (11/11/20) Komisi 4 yang dipimpin langsung ketua komisi Braien Waworuntu (BW) didampingi Sekretaris Komisi Careig Runtu, Melky Jakhin Pangemanan, Melisa Gerungan mendapati sejumlah permasalahan di lapangan khususnya data pekerja yang dianggap amburadul bahkan disinyalir tidak sesuai Upah Minimum Regional (UMP).

” Jangan sekali-kali memanipulasi data pekerja serta Wajib membayarkan Upah bulanan pekerja sejumlah Rp. 3.310.723,” tegas BW

Ia juga mengingatkan Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut dan Pihak Pelaksana PT. Hisar Makmur agar memprioritaskan tenaga kerja lokal (Minahasa Utara) dan memperbaiki data pekerja agar lebih rapih dan profesional.

“Ini adalah pelanggaran berat dan harus dipertanggungjawabkan. Komisi IV juga menyoroti persoalan tenaga kerja, dimana data administrasi pekerja yang diberikan tidak rapi dan sangat asal-asalan. Diduga ada kekeliruan dalam memberi informasi dan data pekerja,” tandas politisi NasDem ini mengingatkan.

Selain masalah tenaga kerja ia juga menyoroti adanya aktifitas pengrusakan di lokasi pekerjaan Rehabilitasi Pelabuhan Penyeberangan Likupang.

“Penebangan Mangrove yang memiliki manfaat bagi lingkungan serta di lindungi oleh undang-undang merupakan pelanggaran konstitusi bagi bangsa dan negara Indonesia serta merusak alam dan lingkungan hidup yang merupakan warisan luhur kepada anak dan cucu kita,” BW.

Waworuntu juga menyesalkan saat kunjungan tersebut, Kepala balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut tidak hadir.

” Mungkin Kabalai menganggap remeh DPRD Sulut,” singkatnya.

Tak hanya itu anggota komisi 4 Melky Jakhin Pangemanan ((MJP) akan menindak lanjuti temuan di lapangan akan menindak lanjuti hal tersebut mengingat persoalan tersebut sangat serius karena pihak terkait mengabaikan perintah Undang-undang.

“Ini adalah pelanggaran berat dan harus dipertanggungjawabkan. Komisi IV juga menyoroti persoalan tenaga kerja, dimana data administrasi pekerja yang diberikan tidak rapi dan sangat asal-asalan. Diduga ada kekeliruan dalam memberi informasi dan data pekerja,” tegas MJP.

MJP turut menyesalkan aktifitas pekerjaan pembangunan Pelabuhan yang belum mengurus Dokumen Amdal sehingga tidak memiliki Ijin Lingkungan.

“Kami juga menemukan fakta di lapangan terkait penebangan Mangrove di lokasi pekerjaan Rehabilitasi Pelabuhan Penyeberangan Likupang,” tegas politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulut ini.

Lanjutnya, terdapat pelanggaran konstitusi yang diduga dilakukan oleh Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut dan Pihak Pelaksana PT. Hisar Makmur dalam Pembangunan Rehabilitasi Pelabuhan.

“UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 32 ayat 1 dengan jelas mengamanahkan bahwa AMDAL/UKL-UPL wajib memiliki Ijin Lingkungan,” katanya.

Atas temuan tersebut, lanjut Ketua DPW PSI ini, Komisi IV akan menindaklanjuti mengingat hal tersebut persoalan yang sangat serius karena pihak terkait mengabaikan perintah Undang-undang.

“Ini adalah pelanggaran berat dan harus dipertanggungjawabkan. Komisi IV juga menyoroti persoalan tenaga kerja, dimana data administrasi pekerja yang diberikan tidak rapi dan sangat asal-asalan. Diduga ada kekeliruan dalam memberi informasi dan data pekerja,” ujarnya.

Dirinya menambahkan, soal data pekerja yang tidak lengkap dan belum semua pekerja memasukan KTP nya.

“Ini menunjukan bahwa tidak profesional dalam mengelola data pekerja. Ada juga persoalan pada pembayaran Upah/Gaji para pekerja. Temuan Komisi IV, pihak terkait tidak membayar Upah pekerja sesuai dengan SK Gubernur Sulut Nomor 436 Tahun 2019, yakni sejumlah Rp. 3.310.723,” ucap MJP.

Padahal, lanjutnya, setiap perusahaan wajib menaati ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Prinsip dasar dari ketentuan ini adalah batas minimum upah yang diperbolehkan, artinya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah. Dasar hukumnya adalah UU Ketenagakerjaan Pasal 90 ayat 1, yakni Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud Pasal 89,” beber MJP.

Dalam kunjungan tersebut tim komisi 4 ikut didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Marly Gumalag, Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulut Erni Tumundo serta staf DPRD Sulut. ((stem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *