Gunung Soputan, Letusan dan Mahluk Astral

Minut487 views

Oleh: Rubby Worek


Malam itu di suatu hari di tahun 1992 sekelompok pendaki yang terdiri dari beberapa anak muda pria dan wanita tiba-tiba dikejutkan dengan bunyi suara gemuruh dari perut bumi akibat letusan Gunung Soputan(1784 dpl). Suara letusan bagaikan batuk raksasa yang sedang sakit terdengar sangat jelas dari jarak kurang lebih 10 menit perjalanan dari base camp tempat mereka menggelar tenda. 

Merekapun naik ke lokasi pemandangan atau dikenal dengan krenten untuk menyaksikan kejadian langka yang jarang terjadi itu dari jarak dekat sekira 300 meter.Bagi sebagian orang letusan gunung berapi merupakan peristiwa yang cukup menakutkan, tapi bagi kelompok anak muda pencinta alam ini, peristiwa letusan Gunung Soputan itu adalah hal yang sangat sayang untuk dilewatkan.

Adalah Elby Sondakh(Biu), Temmy Sumual(Temo), Aca Tabaluyan, Frida Dompas, Steven Goni, Mona dan Leni merupakan sekelompok pendaki yang sempat menyaksikan langsung peristiwa langka tersebut pada malam hari. Tidak tercatat amplitude, maupun ketinggian kolom abu, yang teringat hanyalah bunyi benturan batu dan durasi letusan yang saat itu terjadi setiap tiga menit.

Seperti penuturan Elby Sondakh salah satu saksi hidup saat membuka percakapan dengan media ini Rabu (29/07/2020) kemarin.

“Bunyi gedebuk batu besar yang saling bertumbuk di dalam perut puncak gunung jelas terdengar dari lokasi pemandangan, sementara semburan batu pijar berapi dan muntahan lava keluar dari puncak gunung. Benar-benar fenomena alam luar biasa indah yang membuat takjub dan jarang dapat disaksikan langsung,” ujar Elby.

Dikisahkannya saat letusan terjadi, mereka baru saja selesai makan malam di lokasi Camping Ground di Pinus Dua. Meskipun ada perasaan was-was terhadap uap beracun yang sewaktu-waktu dapat  terhirup dengan adanya letusan. Mereka tetap saja tidak bergeser dari  lokasi pemandangan menyaksikan saat-saat terjadinya letusan salah satu gunung berapi yang paling aktif di Provinsi Sulawesi Utara.

Menyaksikan langsung dari dekat peristiwa meletusnya Gunung Soputan yang terletak 50 km sebelah barat daya Kota Manado merupakan salah-satu pengalaman tak terlupakan dari sekian banyak yang bisa disaksikan saat melakukan pendakian. Letusan saat itu tidak mempengaruhi kegiatan pertanian penduduk yang ada di sekitar gunung. Oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(PVBMG) mencatat ribuan aktifitas skala kecil dan besar selama kurun waktu beberapa tahun.

Meskipun status gunung aktif, intensitas pendakian di kala itu terbilang cukup tinggi, sebab di tahun 1990 sempat tercatat hampir 11.000 orang pendaki yang naik ke Soputan melalui dua jalur pendakian, yakni Desa Toure dan Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa.Perbincangan dengan Elby semakin menarik ketika lelaki nyentrik ini mulai mengungkapkan fakta-fakta pendakian yang pernah dialami bersama kelompoknya.

Hal menarik dan unik yang diungkapkannya  dari puluhan ribu pendaki, kelompok ini terbilang cukup ekstrim karena rela tinggal bertahan di lokasi Pinus Dua(pos dua) hingga berbulan-bulan.Kondisi udara yang dingin dan lembab tidak dihiraukan, belum lagi tempat tersebut terkenal anker karena sering terjadi hal-hal supranatural di luar logika pemikiran alam normal.

“Banyak terdapat mahluk astral yang sering menampakan keberadaan mereka di lokasi camp tersebut. Konon menurut Opa Set Almarhum yang sering berjualan logistic(bahan keperluan makan minum) bagi pendaki di lokasi tersebut. Jurang yang terdapat di sebelah timur camp merupakan tempat eksekusi dan pembuangan tawanan Permesta pada masa pergolakan diakhir  tahun 50-an. Dari sinilah bermunculan cerita-cerita supranatural yang sering terjadi dan disaksikan oleh pendaki yang mendirikan tendanya di dekat jurang tersebut,” tutur  lelaki asal Desa Tolok ini.

Lanjut, dikisahkannya, pernah suatu ketika Madsen, seorang anggota kelompok tersebut, pada malam hari keluar tenda untuk kencing, saat masuk kembali, dirinya sudah bertingkah aneh. Ternyata dirinya telah kerasukan “roh” yang mengaku penghuni dan penjaga lokasi tersebut. Roh tersebut “berpesan” kepada para pendaki untuk tidak melakukan hal–hal senonoh saat sementara berada di lokasi tersebut. Bukan hanya sekali dua pada tengah malam, beberapa dari mereka mendengarkan suara derap langkah pasukan yang tengah baris berbaris.

“Beberapa pendaki yang memiliki nyali yang cukup besar sering bercerita pengalaman supranatural mereka saat  menggelar tenda di dekat jurang  tersebut,” ujar Biu sapaan akrab Elby.Tapi menurut Biu, bahaya letusan dan “gangguan” mahluk astral di Gunung Soputan tidak membunuh semangat dirinya untuk melakukan pendakian, hal tersebut justru menjadi hal menarik yang memperkaya kashana pendakian.

“Kita harus berkawan dengan alam dan semua fenomena yang ada di dalamnya. Lama kelamaan kita dengan sendirinya akan terbiasa, sehingga kita benar-benar dapat menikmati indahnya suasana pendakian,” tukas Biu memberi tips.

Sampai saat ini Biu masih tetap menekuni hobinya melakukan pendakian Gunung Soputan ataupun mengunjungi destinasi wisata alam pegunungan lainnya.

“Saya akan tetap melakukan kegiatan ini, sepanjang Tuhan berkenan, karena alam membuat saya selalu bahagia,” ujar Biu mengungkapkan alasan mengapa sampai saat ini masih eksis dalam pendakian.

Dirinya punya komitmen untuk “kawin” dengan alam selain dengan istrinya Via Mundung. Tahun-tahun yang ia jalani banyak dihabiskannya di hutan. Mendengarkan gemerisik daun, kesiur angin serta kicau burung membuat dirinya tetap menyatu dalam ritme musik alam yang indah tiada tara yang menurutnya menghapus lara kehidupan.

Pria ini mengenal setiap pohon dan lekuk tikungan menuju puncak Gunung Soputan. Sebaliknya sumber mata air di bawah camp sangat mengenal dirinya. Bahkan unggas-pun sangat mengenal bahasa tubuhnya. Cadas yang mendinding di rute antara Pinus Satu dan Pinus  Dua menjadi bacdrop yang selalu akrab dengan dirinya.

Elby bisa dikatakan menjadi lelaki liar penakluk Gunung Soputan dan beberapa destinasi alam lainnya. Bertualang diantara ilalang dan pinus membuat dirinya tidak lagi mengingat bahwa dunia sedang dilanda Virus Covid-19 yang mematikan.

Lelaki fenomenal ini sudah ada di puncak Gunung Soputan sejak tahun 1990.  Bersama Aca Tabaluyan Anak Palrangow (tulisannya akan diturunkan kemudian), Sang Fenomenal Elby(biu) Sondakh pantas dijuluki “Anak Pinus”, “Pinisepuh Gunung Soputan” karena sampai kini kecintaannya terhadap Gunung Soputan tak pernah pudar.Jiwanya melekat di pohon dan batuan, mengalir bersama tiap riak sumber air.

Dia berpesan bagi pendaki muda yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pencinta Alam (FKPA) maupun independen untuk tetap mencintai alam seperti mereka mencintai tubuh sendiri.

“Cintai dan rawatlah alam pemberian Tuhan seperti mencintai dan merawat tubuh sendiri, niscaya alam akan memberikan kebahagiaan tiada tara saat anda berada di tengahnya,” pungkas Biu yang punya pengalaman di beberapa ekspedisi pendakian.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *