Harga Kopra Anjlok, Ngantung Soroti Industri Pengolahan Yang Terkesan Hanya Cari Keuntungan

Pemerintahan119 views

Jurnal6 Manado – Anjloknya harga kopra saat ini sangat memukul pendapatan ekonomi masyarakat terutama bagi petani yang hanya bergantung pada komoditi tersebut.

Sejak lima tahun terakhir ini harga komoditi  yang menjadi primadona  daerah nyiur melambai belum menunjukan tanda-tanda perbaikan harga di tingkat pasaran, sehingga banyak petani memilih beralih ke tanaman lain bahkan ada yang menebang pohon kelapa miliknya.

“Kondisi harga kelapa tidak lagi menjanjikan secara ekonomis. Harga kelapa tidak mampu membiayai harga produksi dengan kondisi harga Rp 5000-an per kilogram, itu belum bisa mengimbangi pengeluaran ongkos panjat dan pengeringan kopra,” ungkap Frengky petani asal Minahasa Selatan.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Sulut Ir. Refly Ngantung, M.Si  yang  diminta tanggapan menyarankan petani untuk tidak lagi tergantung pada produksi kopra tapi memanfaatkan  nilai ekonomis dari turunan kelapa itu sendiri.

“ Sejak jaman kolonial kopra ini diolah petani sebagai produksi andalan utama. Coba bayangkan sejak jaman kolonial mengolah kopra, sekarang sudah jaman milenial masih saja mengolah  kopra meski anjlok dipasaran tetap disuruh mengolah kopra ini namanya pemiskinan.” tandasnya Ngantung di Gedung DPRD Sulut Selasa (22/10-2019).

Ditambahkannya kondisi harga kopra saat ini  di kisaran Rp.6000 per – kilogram dengan perhitungan satu kilo kopra butuh 4 sampai 6 buah kelapa yang dihargai Rp.  1.200/butir belum ongkos  produksi dengan nilai 1/3 harganya,sehingga  rata rata pendapatan bersih petani yakni sekitar Rp.400 per- butir

“ Bayangkan petani mau hidup apa kalau harganya rata-rata seperti itu. Jadi kalau ada pihak-pihak baik itu perusahaan pengolah dan lain sebagainya yang selalu menyarankan petani untuk  mengolah kopra apalagi so ijon  ini namanya pemiskinan, tapi kalau petani memanfaatkan nilai ekonomi dari buah kelapa yang memiliki nilai  ekonomis seperti tempurung, sabut, air kelapa yang bisa dimanfaatkan untuk isotonik dan nata de coco dan lain-lain, karena banyak produk turunan yang bisa dihasilkan oleh satu biji kelapa. Tapi sekali lagi  kalau petani hanya mengandalkan kopra saja ini bisa bahaya.” beber Ngantung.

Lanjut Ngantung, industri datang di Sulut harusnya mensejahterakan petani  bukan hanya datang meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

“ Harus ada win-win solution  coba bayangkan petani yang tanam dan dirawat selama bertahun-tahun kemudian terus dengan harga seperti itu kenapa musti memaksakan petani terus mengolah kopra saja.  Pemerintah daerah melalui bapak Gubernur Olly Dondokambey selalu menyarankan petani untuk tidak hanya tergantung dari pengolahan kopra saja tapi memanfaatkan semua turunan dari kelapa itu sendiri yang memiliki nilai ekonomis.” pungkas Ngantung. (stem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *