Billy Graham, Pendeta dan Penasehat Presiden AS Wafat

Sinergi Kabar, Jakarta – Pendeta paling berpengaruh  dan penasehat sejumlah presiden Amerika Serikat, Billy Graham meninggal di rumahnya di Montreat, North Carolina, dalam usia 99 tahun.

Menurut Jeremy Blume, juru bicara Billy Graham Evangelistic Association, Graham meninggal pada pukul 8 pagi hari Rabu, 21 Februari 2018.

Graham yang bernama lengkap William Franklin Graham, lahir 7 November 1918 dari keluarga Kristen Presbyterian. Ia tinggal di lahan pertanian di Charlotte, North Carolina.

Setahun lalu, tepatnya 14 Juni 2017 istri Graham, Ruth meninggal. Pasangan ini memiliki satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan.

Graham merupakan satu-satunya pendeta yang berperan sebagai penasehat sejumlah presiden AS dari masa Richard Nixon, Bill Clinton, Barack Obama hingga Donald Trump.

Mengutip Reuters, Graham menjadi pendeta Gedung Putih untuk sejumlah presiden dan yang paling terkenal di masa presiden Nixon.

Graham pertema kali bertemu dengan presiden Harry Truman. Selanjutnya ia bermain golf dengan presiden Gerald Ford. Ia kemudian berteman baik dengan Lyndon Johnson, mereka berdua berenang di kolam renang di Gedung Putih.

Ia menghabiskan satu malam di Gedung Putih dengan Nixon. Presiden Nixon saat itu baru sehari bertugas sebagai presiden. Nixon pun menjadi teman terdekat Graham.

George W. Bush menghormatinya karena telah membantu untuk menemukan kembali keyakinan agamanya pada tahun 2010. Graham kemudian berlibur bersama presiden George H.W. Bush.

Barack Obama menemui Graham di rumahnya di Blue Ridge Mountains di North Carolina saat ia sudah tidak kuat lagi bepergian.

Graham juga beberapa kali memunculkan kontraversi untuk beberapa isu seperti tidak menyetujui hak-hak kaum gay.

Reputasinya sempat anjlok setelah rekaman pembicaraan rahasia dirinya dengan Nixon bocor pada tahun 1972. Dalam rekaman itu keduanya menunjukkan sikap anti-semit. Graham disebut mengeluhkan Yahudi yang terlalu mempengaruhi media AS. Belakangan ia meminta maaf atas pernyataannya soal anti-semit padahal ia sejak lama mendukung Israel.

Graham juga terseret dalam skandal Watergate yang mendorong Nixon mundur dari jabatannya sebagai presiden.

Memasuki pertengahan karirnya, Graham sering menyuarakan pandangan politik dan sosialnya termasuk tentang sikapnya anti komunis.

Beberapa tahun kemudian, ia mulai mengurangi suaranya tentang keyakinan politiknya dan fokus pada kegiatan pengabaran Injil.

Graham juga dikenal jagoan dalam menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan Injil melalui radio, penerbitan, jalur telepon, televisi, dan satelit agar dapat diterima setiap orang apakah di rumah, gereja, dan teater di seluruh dunia.

Sekitar 77 juta orang telah mendengarkan kotbahnya secara pribadi dan hampir 215 juta orang menyaksikan dirinya di televisi atau via satelit. Dan menerbitkan lebih dari 12 lusin buku yang diberi tajuk How to Be Born Again.

“Dia mungkin pemimpin agama yang mendominasi di eranya,” kata William Martin, penulis buku A Prophet With Honor: The Bill Graham Story.

Graham memasuki masa tuanya menderita berbagai penyakit seperti Parkinson yang dideritanya selama bertahun-tahun dan kanker prostat.

Billy Graham yang dalam kotbahnya berbicara cepat dan meledak-ledak sehingga dijuluki God’s Machine Gun sempat menjalani perawatan di rumah sakit pada tahun 2011, 2012 dan 2013.

Billy Graham menghembuskan nafas terakhirnya saat Amerika Serikat dirundung duka atas kematian sejumlah pelajar di satu SMA di Florida. (*/BerSin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *